Hukum Memperingati Maulid Nabi
Ketika memasuki bulan Rabi’ul Awwal, sebagian umat islam disibukkan dengan hal yang menurut mereka sangatlah penting. Yaitu ketika tanggal 12 Rabiul Awwal yang merupakan hari kelahiran nabi Muhammad SAW. sebagian umat islam di Indonesia khususnya berbondong – bondong untuk memperingatinya baik dengan pengajian serta beraneka macam festival maulid nabi Muhammad SAW. Bagi orang yang awam akan sejarah mungkin tidak tahu bahwasanya di zaman para sahabat, para tabi’in serta zaman para imam pemilik madzhab (imam maliki, hambali, abu hanifah dan imam ahmad), belum ada perayaan peringatan hari kelahiran nabi Muhammad SAW. yang sering kita jumpai pada zaman sekarang.
Menurut catatan sejarah, pertama kali maulid nabi Muhammad SAW. diperingati adalah pada 7 Hijriyyah oleh seorang raja Irbil (sekarang di daerah Iraq dan sekitarnya) bernama Muzhaffaruddin Abu Sa’id Al – kaubari Ibn Zainuddin Ali bin Baktatin. Saat itu sultan Muzhaffar memperingatinya dengan keadaan yang meriah, ribuan kambing dan unta di sembelih hingga diundangnya seluruh ulama’ dari berbagai disiplin ilmu seperti ilmu fiqih, ilmu kalam hingga ilmu tasawuf. Dan pada saat itu belum ada pro dan kontra seperti layaknya sekarang terjadi di masyarakat, buktinya disana dihadiri oleh berbagai ulama’ namun tidak ada teguran ataupun pembenaran. Kemudian muncul lah pertanyaan dibenak kita, bagimana sebenarnya hukum memperingati hari kelahiran Rasul tersebut.
Mengenai hal tersebut, ada beberapa pendapat yang menganggap bahwa peringatan maulid nabi hukumnya adalah wajib. Karena mereka berdasarkan atas hadits dhoif yang ada pada kitab karangan ulama banten yang berjudul “Bardzanji”. Ada juga yang mengatakan haram, karena kebanyakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW sudah melenceng sangat jauh dari garis – garis batas kewajaran. Perayaannya pun banyak mengadopsi budaya – budaya luar seperti mendatangkan grup musik “islami” untuk membuat acara peringatan hari kelahiran nabi Muhammad SAW semakin meriah, dan puncaknya adalah pengajian serta pembacaan sholawat dan syai’r – sya’ir dari kitab Bardzanji. Pendapat inilah yang sering biasanya di media massa maupun media maya dipermasalahkan sehingga terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam sesama muslim.
Menurut putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, hukum memperingati hari kelahiran nabi Muhammad SAW adalah mubah atau boleh – boleh saja, namun sepanjang tidak menyangkut pautkan akidah, seperti memperingatinya secara berlebih – lebihan sehingga terlihat umat muslim yang merayakannya “memuja” nabi Muhammad melebihi suatu apapun. Jangan sampai perilaku umat nasrani yang menuhankan Isa AS. menular sampai ke umat islam. Intinya maulid nabi Muhammad boleh diperingati seperti meneladani sikap, watak dan perilaku beliau, hingga memahami lebih mendalam mengenai “sirah” perjuangan seorang nabi Muhammad SAW yang telah berjuang menyebarkan ajaran agama Islam ke seluruh penduduk bumi. Dan bagi yang masih ngotot ingin memperingati, maka hendaknya jangan sampai berlebih – lebihan. Masa kaleng sholat jum’at 1000 tapi maulud an 100.000?
Drs. H. Abdul Ghofar
Dikutip dari Khutbah Jum’at 09 Januari 2015
0 komentar:
Post a Comment