Unas, Enas, lalu Apa Lagi?


Belum selesai polemik Kurikulum 2013, kini siswa, guru, dan orang tua murid kembali dibuat bingung dengan rencana perubahan ujian nasional (unas). Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) baru saja melempar isu untuk mengganti unas dengan evaluasi nasional (enas).

Siswa kelas IX dan kelas XII saat ini tentu risau. Selama ini mereka sudah menyiapkan diri untuk menghadapi unas yang tinggal lima bulan lagi. Seperti apa konsep enas juga belum jelas. BSNP baru akan mengumumkan minggu depan. Mendikbud Anies Baswedan juga masih enggan memberikan penjelasan mengenai enas tersebut.

Ibarat sedang balapan motor, para siswa kelas IX dan XII itu sudah ngebut menuju finis dan tinggal beberapa lap lagi. Tiba-tiba wasit mengumumkan perubahan tempat finis. Tentu, para pembalap akan dibuat gusar dan bisa-bisa nyasar.

Kalau ternyata unas dan enas sama saja, hanya perubahan istilah, para siswa akan lega. Tapi, apa gunanya mengubah istilah saja. Itu justru akan menunjukkan bahwa rezim pendidikan sekarang hanya ingin beda dengan rezim sebelumnya.

Apabila perubahan istilah itu juga dibarengi dengan perubahan konsep, tentu para siswa yang sudah menyiapkan diri untuk unas menjadi semakin resah. Bagi siswa, perubahan konsep berarti harus mengubah strategi. Siswa akan lega apabila ternyata enas tidak lagi menentukan kelulusan atau sekadar evaluasi.

Perubahan di tengah tahun pelajaran jelas tidak tepat. Siswa akan menjadi korban dari kebijakan tersebut. Jangan karena ambisi harus beda dengan rezim sebelumnya, pembuat kebijakan di bidang pendidikan tidak peduli dengan stresnya para siswa dan orang tua murid.

Publik pun jadi penasaran. Kira-kira, setelah enas, apa lagi yang akan diganti istilahnya oleh Kemendikbud. Sistem penerimaan siswa baru (PSB) barangkali yang akan menjadi sasaran perombakan setelah ini. Rasanya sial menjadi siswa yang ketika masa akhir studi bersamaan dengan tahun pemilu. Karena akan mengalami rezim. Kalau rezim pendidikan berganti, siap-siap ganti kurikulum, ganti buku, ganti jam belajar, dan seterusnya.

Sebagai sosok yang cerdas dan matang, Mendikbud Anies Baswedan sebaiknya tidak terus menghadirkan kebingungan-kebingungan baru. Tidak perlu harus terkesan mendiskreditkan Mendikbud sebelumnya. Publik akan lega kalau, misalnya, Mendikbud sekarang dan sebelumnya bertemu dan bersinergi.

Saat ini harus dipastikan sampai kapan perubahan kebijakan pendidikan tersebut bergulir. Setahun lagi, dua tahun lagi, atau selama lima tahun akan terus ada perubahan istilah dan sistem pendidikan? 

(Sumber : Jati Diri Jawapos 26 Desember 2014)

0 komentar:

Post a Comment