Malu adalah sebagian dari Iman


Jepang merupakan negara yang bisa dibilang sangat maju baik dalam SDM (sumber daya manusia) maupun SDA (sumber daya alam). Negara yang terletak di kawasan asia timur ini memiliki beberapa hal yang seharusnya wajib dimiliki oleh setiap muslim. Walaupun mereka bukan orang muslim, tetapi perilaku mereka seperti layaknya orang muslim. Maka seharusnya kita belajar dan wajib mengambil hal – hal positif dari orang jepang. Dari banyak hal itu, kita bisa mengutamakan 3 sifat orang jepang yaitu budaya malu, sifat mandiri, dan ulet atau pantang menyerah.

Sikap pertama adalah malu. Jika diartikan secara sederhana, malu merupakan bagian dari taqwa yang kita jalankan kepada Allah. Karena jika kita tidak memiliki rasa malu dalam melaksanakan keburukan maka otomatis kita akan melanggar garis batas yang telah ditetapkan oleh Allah kepada hambanya. Dalam sebuah haditsnya, rasulullah SAW. bersabda bahwasanya malu adalah sebagian dari Iman.

Sekarang kita lihat keadaan diri masing – masing kita yang notabennya adalah seorang muslim. Apakah kita sudah memiliki rasa malu? Apakah kita malu jika tidak sholat berjama’ah? Apakah kita senang atau malah sedih jika bulan ramadhan telah pergi? Jika kita menjawab tidak, tidak dan senang, maka kita belum digolongkan sebagai hamba Allah yang bertaqwa atau dalam kata lain belum sempurna imannya. Jika kita melihat kondisi negara Indonesia yang kebanyakan adalah orang islam, baik presidennya hingga rakyatnya. Maka kita belum menemukan adanya budaya malu diantara mereka. Terbukti dengan adanya kasus – kasus korupsi yang kian hari kian memburuk, walaupun sudah jelas – jelas bersalah tetapi masih saja membantah dan tidak mau turun jabatan. Faktor utama yang membuat korupsi kian hari kian memburuk adalah tidak adanya rasa malu baik antara bawahan ke atasan maupun sebaliknya, dan mereka tidak malu dalam hal bekerja sama untuk mengambil uang rakyat.


Sangat berbeda dengan di negara jepang, ketika ada pemimpin maupun pejabat tinggi negara yang ketahuan korupsi pasti ia akan langsung turun jabatan tanpa proses yang sangat panjang seperti di Indonesia dan terkadang tidak membuahkan hasil yang jelas. Setelah turun jabatan ia akan malu, mengurung diri dirumah atau bahkan ingin bunuh diri. Hal itu disebabkan karena penduduk jepang sangat kental dengan budaya malu. Bagaimana dengan Indonesia? Bayangkan saja sendiri.
Sifat yang kedua adalah mandiri. Maksud dari mandiri bukan berarti mandi sendiri, tetapi menjalankan sesuatunya dengan diri sendiri tanpa selalu bergantung dan meminta bantuan kepada orang lain. Orang jepang terkenal dengan kemandirian hal itu dibuktikan dengan sejak kecil anak – anak jepang ketika sekolah sudah membawa bekal sendiri – sendiri sehingga sejak kecil mereka dilatih untuk tidak bergantung kepada kantin sekolahan. Kebiasaan itu pun terbawa hingga sekarang, masyarakat jepang menjadi pribadi yang mandiri terbukti dengan sedikitnya pengangguran yang ada di negara jepang.

Lalu bagimana dengan di Indonesia, keadaannya berbalik 180 derajat. Sangat jarang kita menjumpai orang Indonesia yang memiliki sikap mandiri tanpa bergantung kepada orang lain. Sebenarnya “suplemen” ketergantungan (lawan dari sikap mandiri) telah diberikan kepada kita sejak kita masih anak – anak baik itu ketika sd, smp maupun sma. Yaitu dalam hal ujian, sangat jarang didapati pelajar Indonesia yang ketika ujian mengerjakan sendiri tanpa bantuan orang lain. Apalagi ketika UN, sifat mandiri dari para siswa semakin dikerdilkan olehnya. Betapa tidak, guru pun ikut membantu menjawab soal UN milik anak didiknya yang seharusnya guru memberikan contoh yang baik bukan malah jelek. Puncaknya ketika sehabis lulus kuliah, pengangguran semakin meningkat padahal sarjana ekonomi.

Dan yang terakhir adalah sifat ulet atau pantang menyerah. Ketika 2 kota besar saat itu Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh sekutu pada tanggal 6 dan 14 agustus 1945, negara jepang seakan – akan hancur. Baik dari segi ekonomi hingga politik. Tetapi orang jepang tidak langsung putus asa dan meratapi nasibnya, mereka langsung mencari guru – guru (bukannya harta) yang masih hidup untuk mengajarkan ilmu kepada anak – anak yang selamat dari peristiwa tersebut. Akhirnya lambat laun keadaan negara jepang semakin membaik dan sekarang tampil sebagai negara yang maju. Lalu bagaimana dengan umat muslim Indonesia, apakah sudah memiliki sifat pantang menyerah dan tidak mudah putus asa seperti halnya orang jepang yang notabennya adalah non muslim?

Oleh karena itu marilah kita memperbaiki diri dan setidaknya berusaha mencontoh tiga sikap mulia yang dimiliki oleh orang jepang yang ternyata ketiga sikap tersebut dijelaskan di dalam Al – Qur’an kitab orang islam yang harus dimiliki oleh setiap muslim.*


*) Khutbah jum'at di masjid Annur 07/11/2014

0 komentar:

Post a Comment