Penjelasan Kasus ISIS


ISIS adalah sebuah organisasi yang memiliki tujuan mendirikan negara Islam. Gerakan ini awal mulanya lahir di wilayah Timur Tengah yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi. Tujuan dari pergerakannya saat saat ini adalah, menaklukkan dan menyatukan wilayah Suriah, Irak, Mesir, Lebanon, Jordania, dan Israel menjadi negara kesatuan di bawah bendera khilafah, sebuah kerajaan yang menerapkan hukum Islam secara penuh dalam menjalankan pemerintahan negara. Bukan tidak mungkin, penaklukkan – penaklukkan  akan dilanjutkan ke seluruh penjuru dunia.

Dalam perekrutan anggota, pergerakan Islam fundamental tersebut mengambil orang-orang yang memiliki pemahaman sama dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pernah ada sebuah video yang beredar di media sosial, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengaku bernama Abu Muhammad al Indonesi mengajak orang Islam Indonesia untuk ikut memperjuangkan berdirinya negara Islam dengan bergabung dengan pergerakannya. Bukan hanya dari Indonesia, pergerakan yang identik dengan kostum hitam ini juga memiliki anggota dari Australia. Bom bunuh diri yang terjadi di pasar di Irak beberapa waktu lalu, setelah diidentifikasi ternyata dilakukan oleh anak remaja berusia 18 tahun dari Melbourne, Australia.

Kelompok ini dalam bentuk aslinya terdiri dari dan didukung oleh berbagai kelompok pemberontak Sunni, termasuk organisasi-organisasi pendahulunya seperti Dewan Syura Mujahidin dan Al-Qaeda di Irak (AQI), termasuk kelompok pemberontak Jaysh al-Fatiheen, Jund al-Sahaba, Katbiyan Ansar Al-Tawhid wal Sunnah dan Jeish al-Taiifa al-Mansoura, dan sejumlah suku Irak yang mengaku Sunni.

ISIS dikenal karena memiliki interpretasi atau tafsir yang keras pada Islam dan kekerasan brutal seperti bom bunuh diri dan menjarah bank Target serangan ISIS diarahkan terutama terhadap Muslim Syiah dan Kristen. Pemberontak di Irak dan Suriah ini telah menewaskan ribuan orang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih dari 2.400 warga Irak yang mayoritas warga sipil tewas sepanjang Juni 2014. Jumlah korban tewas ini merupakan yang terburuk dari aksi kekerasan di Irak dalam beberapa tahun terakhir. Aksi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ini telah menyebabkan tak kurang dari 30.000 warga kota kecil di timur Suriah harus mengungsi.

Tokoh Sentral di Balik Militan ISIS adalah Abu Bakar al-Baghdadi. Di bawah kepemimpinannya, ISIS menyatakan diri untuk bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. ISIS memiliki hubungan dekat dengan Al-Qaeda hingga tahun 2014. Namun karena misi berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah dan penggunaan aksi-aksi kekerasan, Al-Qaidah lalu tidak mengakui kelompok ini sebagai bagian darinya lagi. Abu Bakar al-Baghdadi bahkan bersumpah untuk memimpin penaklukan Roma. Pemimpin militan ISIS Abu Bakar al-Baghdadi ini juga menyerukan umat Islam untuk tunduk kepadanya.


ISIS adalah kelompok ekstremis yang mengikuti ideologi garis keras Al-Qaidah dan menyimpang dari prinsip-prinsip jihad. Seperti al-Qaeda dan banyak kelompok jihad modern lainnya, ISIS muncul dari ideologi Ikhwanul Muslimin, kelompok Islam pertama di dunia pada tahun 1920-an di Mesir. ISIS mengikuti ekstrim anti-Barat yang menurutnya sebagai penafsiran Islam, mempromosikan kekerasan agama dan menganggap mereka yang tidak setuju dengan tafsirannya sebagai kafir dan murtad. Secara bersamaan, ISIS (sekarang IS) bertujuan untuk mendirikan negara Islam Salafi yang berorientasi di Irak, Suriah dan bagian lain dari Syam.

Ideologi ISIS berasal dari cabang Islam modern yang bertujuan untuk kembali ke masa-masa awal Islam, menolak "inovasi" dalam agama yang mereka percaya telah "korup" dari semangat aslinya. Mengutuk kekhalifahan terakhir dan kekaisaran Ottoman karena menyimpang dari apa yang mereka sebut sebagai Islam murni dan karenanya telah berusaha untuk membangun kekhalifahan sendiri. Namun, ada beberapa komentator Sunni, Zaid Hamid, misalnya, dan bahkan Salafi dan mufti jihad seperti Adnan al-Aroor dan Abu Basir al-Tartusi, yang mengatakan bahwa ISIS dan kelompok teroris yang terkait tidak mempresentasikan Sunni sama sekali, tapi menuduh Khawarij bidah yang melayani agenda kekaisaran anti-Islam.

Salafi seperti ISIS percaya bahwa hanya otoritas yang sah dapat melakukan kepemimpinan jihad, dan bahwa prioritas pertama atas pertempuran di daerah lain, seperti berperang melawan negara-negara non-Muslim, adalah sebagai pemurnian masyarakat Islam. Misalnya, ketika memandang konflik Israel-Palestina, karena ISIS menganggap kelompok Sunni Palestina Hamas sebagai murtad yang tidak memiliki kewenangan yang sah untuk memimpin jihad, mereka anggap melawan Hamas sebagai langkah pertama sebelum menuju konfrontasi dengan Israel.

ISIS sebelumnya adalah bagian dari Al-Qaidah. Dibawah kepemimpinan Abu Bakar al-Baghdadi ISIS sempat menyatakan diri bergabung dengan Front Al Nusra, kelompok yang menyatakan diri sebagai satu-satunya afiliasi Al-Qaidah di Suriah. Namun karena metode ISIS/ISIL dianggap bertentangan dengan Al-Qaidah lantaran telah berbelok dari misi perjuangan nasional dengan menciptakan perang sektarian di Irak dan Suriah, ISIS dianggap tidak lagi sejalan dengan Al-Qaidah. Sebagai balasannya, Front Al-Nusra lalu melancarkan serangan perlawanan terhadap ISIS/ISIL guna merebut kembali kontrol atas Abu Kamal, wilayah timur Suriah yang berbatasan dengan Irak. Namun karena kebrutalan dan ambisi dari ISIS yang tidak segan melakukan penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap para penentangnya, ISIS bisa menguasai sebagian besar wilayah Irak. Bahkan dibawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi ISIS mendeklarasikan Negara Islam di sepanjang Irak dan Suriah dan juga menyatakan Al-Baghdadi akan menjadi pemimpin bagi umat muslim di seluruh dunia.

Pada 15 Mei 2010 diangkatlah pemimpin baru yaitu Abu Bakar Al-Baghdadi untuk menggantikan Abu Umar Al Baghdadi yang telah meninggal. Seiring dengan Revolusi di Jazirah Arab yang dikenal dengan Musim Semi Arab dalam menumbangkan para diktator seperti yang terjadi di Tunisia, Libya dan Mesir, maka terjadi pula revolusi di Suriah, hanya saja demonstrasi rakyat di Suriah disambut dengan kekerasan dari Tentara Presiden Bashar Assad. Akibatnya Rakyat Suriah melakukan perlawaan dalam kelompok-kelompok bersenjata. Kelompok-kelompok ini dibantu oleh para pejuang dari luar negeri termasuk dari Negara Islam Irak. Dan ketika kelompok-kelompok pejuang rakyat Suriah ini akhirnya mampu membebaskan beberapa kota termasuk wilayah perbatasan dengan Irak maka menyatulah beberapa kota di Irak dan di Suriah dalam kontrol Negara Islam Irak.


ISIS dianggap lebih berbahaya ketimbang Al-Qaidah karena mempunyai ribuan personel pasukan perang, yang siap mendeklarasikan perang terhadap mereka yang dianggap bertentangan atau menentang berdirinya negara Islam. Mereka menjadi kekuatan politik baru yang siap melancarkan serangan yang jauh lebih brutal daripada Al-Qaidah. Gerakan revolusi yang mulanya mempunyai misi mulia untuk menggulingkan rezim otoriter ini berubah menjadi tragedi. ISIS menjadi sebuah kekuatan baru yang siap melancarkan perlawanan sengit terhadap rezim yang berkuasa yang dianggap tidak mampu mengemban misi terbentuknya negara Islam. Ironisnya, mereka mengabsahkan kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim yang tidak sejalan dengan paradigma negara Islam. ISIS menjadi kekuatan politik riil dengan ideologi yang jelas dan wilayah yang diduduki dengan cara-cara kekerasan.

Dari awal sampai pada pembentukan negara Islam murni telah menjadi salah satu tujuan utama dari ISIS. Menurut wartawan Sarah Birke, salah satu "perbedaan yang signifikan" antara Front Al-Nusra dan ISIS adalah bahwa ISIS "cenderung lebih fokus pada membangun pemerintahan sendiri di wilayah yang ditaklukkan". Sementara kedua kelompok berbagi ambisi untuk membangun sebuah negara Islam, ISIS dengan "jauh lebih kejam ... melakukan serangan sektarian dan memaksakan hukum syariah secara segera". ISIS akhirnya mencapai tujuannya pada tanggal 29 Juni 2014, ketika itu dihapus "Irak dan Levant" dari namanya, dengan mulai menyebut dirinya sebagai Negara Islam, dan menyatakan wilayah okupasi di Irak dan Suriah sebagai kekhalifahan baru.
Pada tanggal 4 Juli 2014, Persatuan Ulama Muslim Se-Dunia (IUMS), yang dipimpin oleh Syaikh Yusuf Qaradhawi, mengeluarkan pernyataan bahwa deklarasi khilafah yang dilakukan ISIS untuk wilayah di Irak dan Suriah tidak sah secara syariah Islam.

Pada pertengahan 2014, kelompok ini merilis sebuah video berjudul "The End of Sykes-Picot" berbahasa Inggris kebangsaan Chili bernama Abu Safiya. Video ini mengumumkan niatan kelompok ini untuk menghilangkan semua perbatasan modern antara negara-negara Islam Timur Tengah, khususnya mengacu pada perbatasan yang ditetapkan oleh Perjanjian Sykes-Picot selama Perang Dunia I.

Kelompok ini juga dikenal untuk penggunaan efektif propaganda. Pada bulan November 2006, tak lama setelah pembentukan Negara Islam Irak, kelompok mendirikan Institut Produksi Media al-Furqan, yang memproduksi CD, DVD, poster, pamflet, dan produk propaganda-web terkait. Outlet utama Media ISIS ini adalah I'tisaam Media Foundation, yang dibentuk Maret 2013 dan mendistribusikan melalui Global Islamic Media Front (GIMF). Pada tahun 2014, ISIS mendirikan Al Hayat Media Center, yang menargetkan audiens Barat dan menghasilkan materi dalam bahasa Inggris, Jerman, Rusia dan Perancis. Pada tahun 2014 juga meluncurkan Ajnad Media Foundation, yang melantunkan nasyid jihad.

Penggunaan media sosial oleh ISIS telah dijelaskan oleh seorang pakar sebagai "mungkin lebih mutakhir dari [bahwa] sebagian besar perusahaan AS". Secara teratur mengambil keuntungan dari media sosial, khususnya Twitter, untuk menyebarkan pesan melalui penyelenggaraan kampanye lewat hashtag, mendorong Tweets pada hashtags populer, dan memanfaatkan aplikasi perangkat lunak yang memungkinkan propaganda ISIS untuk didistribusikan ke akun pendukungnya. Komentar lain adalah bahwa "ISIS lebih menekankan pada media sosial daripada kelompok-kelompok jihad lainnya. ... Mereka memiliki kehadiran di media sosial yang sangat terkoordinasi." Meskipun media sosial ISIS di Twitter secara teratur ditutup, mereka sering membuat kembali, mempertahankan kehadirannya di online yang kuat. Kelompok ini telah berusaha untuk merambah ke cabang situs media sosial alternatif, seperti Quitter, Friendica dan Diaspora; Quitter dan Friendica, bagaimanapun, segera menghapus kehadiran ISIS dari situs mereka.

Sebuah studi dari 200 dokumen -surat pribadi, laporan pengeluaran dan daftar nama- diambil dari keanggotaan Al-Qaeda di Irak dan Negara Islam Irak yang dilakukan oleh RAND Corporation pada tahun 2014. Ditemukan bahwa dari tahun 2005 sampai 2010, sumbangan dari luar hanya sebesar 5% dari anggaran operasional kelompok, dengan sisanya dibesarkan di Irak. Dalam periode waktu yang diteliti, pos-pos yang diperlukan untuk mengirim hingga 20% adalah pendapatan hasil dari penculikan, pemerasan dan kegiatan lainnya ke tingkat berikutnya dari pemimpin kelompok itu. Komandan tingkat tertinggi kemudian akan mendistribusikan dana untuk pos-pos provinsi atau lokal yang sedang dalam kesulitan atau membutuhkan uang untuk melakukan serangan. Catatan menunjukkan bahwa Negara Islam Irak tergantung pada uang tunai anggota dari Mosul, yang kepemimpinan digunakan untuk menyediakan dana tambahan untuk berjuang secara militan di Diyala, Salahuddin dan Baghdad.

Pada pertengahan 2014, intelijen Irak mengorek informasi dari operasi ISIS yang mengungkapkan bahwa organisasi memiliki aset senilai US $ 2 miliar, menjadikannya kelompok jihad terkaya di dunia. Sekitar tiga perempat dari jumlah ini dikatakan diwakili oleh aset yang disita setelah kelompok mengambil Mosul pada bulan Juni 2014, termasuk mungkin US $ 429.000.000 dijarah dari bank sentral Mosul, serta jutaan tambahan dan sejumlah besar emas batangan yang dicuri dari bank lain di Mosul.

ISIS secara rutin melakukan pemerasan, dengan menuntut uang dari sopir truk dan mengancam akan meledakkan bisnis, misalnya. Merampok bank dan toko emas telah menjadi sumber pendapatan lain. Kelompok ini secara luas dilaporkan telah menerima dana dari pendonor swasta di negara-negara Teluk, baik Iran dan Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki menuduh Arab Saudi dan Qatar telah mendanai ISIS, meskipun tidak dilaporkan ada bukti bahwa hal ini terjadi.

Kelompok ini juga diyakini menerima dana yang cukup besar dari operasinya di Timur Suriah, di mana ia telah mengkomandoi ladang minyak dan terlibat dalam menyelundupkan bahan baku dan artefak arkeologi. ISIS juga menghasilkan pendapatan dari produksi minyak mentah dan menjual tenaga listrik di Suriah utara. Beberapa listrik ini kabarnya dijual kembali kepada pemerintah Suriah.

Pelanggaran HAM oleh ISIS

Menurut laporan berita dari PBB, sejak bulan Februari 2014 pergerakan ini telah menyebabkan tewasnya  sekitar 5.500 jiwa di negara Irak saja. Kemudian di Suriah, tepatnya pada hari Jumat, 18 Juli 2014, pasukan militer Negara Islam Irak dan Suriah melakukan pembantaian di sebuah ladang migas di provinsi Homs.  Sedikitnya ada 270 tentara tewas, petugas keamanan sipil dibunuh, karyawan dibantai guna merebut ladang minyak.

Berdasarkan laporan terakhir yang artikel.web.id dapatkan, organisasi ini telah menguasai 35% wilayah Suriah termasuk ladang minyaknya. Masih banyak lagi kekejaman yang dilakukan oleh tentara hitam ini, termasuk memaksa warga kristen pindah agama, mewajibkan perempuan melakukan khitan jika ingin tinggal di daerah kekuasaannya.  Itulah pergerakan kejam dan keji yang telah dilakukan oleh ISIS sejauh ini.
Postingan ini adalah tugas esai PKN yang saya buat yang berjudul hubungan ISIS dengan kasus HAM, jadi bagi yang ingin menjadikan sumber referensi mohon untuk dicantumkan link sumbernya sebagai penghargaan bagi saya
Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat.

0 komentar:

Post a Comment