Tahun 2014, Keamanan internet masih memprihatinkan


Menkominfo Tifatul Sembiring telah menyentil ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure) karena keamanan internet nasional Indonesia tahun lalu dalam kondisi buruk.

Sebagai ilustrasi, Indonesia telah menjadi negara target serangan terbesar di dunia yang mencapai 1.277.578 serangan atau 42 ribu serangan per hari.

Baru kemudian disusul AS (dengan 332 ribu serangan atau 11 ribu serangan per hari) dan berikutnya RRC (dengan 151 ribu serangan atau lima ribu serangan per hari).

Menjawab sentilan dari Menkominfo dan pernyataan Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi bahwa peranan ID-SIRTII hampir tidak ada dalam menjaga keamanan internet nasional, Wakil Ketua ID SIRTII Muhammad Salahudien mengungkapkan kondisi keamanan itu dinamis mengikuti dinamika di masyarakatnya.

Kalau dianggap mengkhawatirkan maka itulah cerminan perilaku online masyarakat. Misalnya ketidakpedulian dan juga pengabaian faktor keamanan padahal sudah menggunakan internet secara ekstensif dan semakin tergantung kepada teknologi tersebut. Tren seperti itu diprediksi masih berlanjut tahun depan, ujarnya kepada merdeka.com, Minggu (30/12).

Menurut dia, kesadaran pentingnya masalah keamanan ini menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat bukan hanya regulator, Kominfo atau ID-SIRTII.

Bahkan kalau melihat sebaran aset dari informasi maka justru tanggung jawab itu ada pada pihak di luar regulator, misalnya penyelenggara data center, di sanalah data dan konten berada.

Salahudien atau biasa dipanggil Didin mengatakan seringkali penyelenggara ini lintas sektor merasa tidak perlu tunduk pada regulasi sektor lain. Sebagai contoh KPU atau Kemendagri, Kemendag dan Parekraf terkait industri online dan konten kreatif, Kemenkeu di dalam layanan pajak dan bea cukai lalu perbankan serta pasar modal yang di bawah BI dan OJK serta Bapepam tidak mungkin tunduk pada regulasi Kominfo.

Di situlah salah satu fokus permasalahannya karena pemahaman dan tingkat kesadarannya berbeda. Belum lagi bicara yang lain, Kemenhan, pemda, serta industri dan inisiatif online masyarakat sendiri. Ini juga menjadi tanggung jawab ISP yang menyediakan akses, apakah terjamin keamanannya, kualitasnya end to end? kesalnya.

Kebanyakan, tambahnya, ISP merasa cukup menyediakan akses saja tanpa harus memberi pengamanan seolah bukan kewajibannya.

Biasanya baru bergerak dan heboh ketika sudah ada sesuatu yang menimpa mereka. Kendala yang paling utama untuk melakukan ini adalah tantangan pertumbuhan, estimasi saat ini ada sedikitnya 20 juta pengguna baru, belum dihitung pengguna aktif eksisting yang walaupun sudah lama menggunakan ternyata tetap awam masalah proteksi keamanan. Jadi masalahnya tidaklah sederhana, tuturnya.

Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat.

0 komentar:

Post a Comment