Maksimal 20 Orang
Bagi pemerintah Indonesia, sekolah merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan. Hal tersebut berkolerasi jelas terhadap di bentuknya 2 badan menteri yang menaungi pendidikan di Indonesia, yaitu Kemendikbud dan Kemenristek. Kemendikbud sendiri berurusan dengan pendidikan dari SD sampai SMA. Sedangkan Kemenristek sendiri menaungi kualitas pendidikan dan pengajaran di tingkat yang lebih tinggi yaitu Universitas.
Jika pemerintah selalu menggembar – gemborkan tentang kualitas pendidikan yang kian tahun kian meningkat, banyak kalangan yang justru kontra dengan statemen di atas. Bagaimana dianggap meningkat kalau setiap tahunnya mutu pelajar di Indonesia tak kunjung baik, tawuran di mana – mana, carut – marut UN, dan serangan budaya barat.
Walaupun ada beberapa pelajar yang berhasil mengibarkan bendera kemenangan di luar negeri dalam event olimpiade hingga mengharumkan bangsa Indonesia, namun seperti peribahasa bilang setitik nila rusak susu sebelanga.
Mereka sudah susah payah di luar sana, namun seakan tertutup gaungnya oleh tingkah polah pelajar yang menuju ke stigma negatif. Masyarakat sendiri sudah meragukan kapabilitas pemerintah mengenai pendidikan di Indonesia, di antaranya adalah perubahan secara mendadak dari K13 menuju KTSP.
Dari berbagai macam permasalahan tersebut, saya ingin menyoroti satu hal yang mungkin bisa sedikit membuat kita berbangga mengenai aturan mendiknas dan juga anjurannya bahwa setiap kelas maksimal terisi 20 orang siswa. Jika kita pandang sekilas hal tersebut memang terkesan biasa dan agaknya termasuk hal yang remeh.
Namun ilmu pengetahuan kembali menunjukkan konsistensi mengenai sesuatu yang seharusnya di bongkar. Menurut sebuah penelitian, otak manusia memiliki kemampuan untuk memancarkan sinyal yang biasa disebut transmitter oleh kalangan orang yang ber ilmu. Setiap waktu, setiap saat, saat berdiri, duduk, makan, hingga tertidur, otak tetap memancarkan transmitter secara berkala.
Mari kita bawa statemen ini dan di cocokkan dengan keadaan di kelas. Proses belajar dan mengajar dari sisi lain tak ubahnya adalah proses memberi dan menangkap sesuatu hal yang baru dengan mata sebagai promotornya kemudian di teruskan ke otak untuk penyimpanannya. Saat itu juga otak mengeluarkan transmitternya.
Semakin banyak transmitter yang berbentuk gelombang terpancar dari otak setiap murid yang tengah mendengarkan di kelas, maka semakin tinggi tingkat kejenuhan atau “Stress” dari setiap otak hingga menimbulkan gejala lemah ingatan. Hal ini membuat efektivitas penyampaian materi menjadi cukup terganggu dan intinya membuat siswa menjadi sedikit lupa akan pelajaran yang disampaikan.
Dengan kecilnya angka pelajar dalam sebuah kelas dengan batasan maksimla 20 orang, maka semakin efektif pula pembelajaran yang dilakukan. Bahkan lebih baik lagi jika setiap bangku hanya di isi oleh satu orang layaknya tengah ujian nasional. Sejatinya yang demikian hanyalah sebuah anjuran, namun kebijakan masih tergantung kepada masing – masing pihak sekolah.
Dan ternyata kebijakan tersebut sendiri banyak di adopsi oleh bangsa barat mengenai sistem pengelolaan sekolah hingga menggilas pendidikan kita. Karena kebanyakan dari kita sudah terlalu sering untuk keluar dari aturan pemerintah.
0 komentar:
Post a Comment