Sikap Anti Sosial
Perilaku anti sosial / sikap anti sosial memiliki definisi longgar, bahkan cenderung masih dalam ranah perdebatan para ahli. Namun, sebagian besar setuju dengan ciri-ciri perilaku anti sosial yang dikenal umum, seperti mabuk - mabukan di tempat umum, mengebut di jalan raya, dan perilaku yang dianggap menyimpang lainnya. Secara sederhana, perilaku anti sosial bisa digambarkan sebagai perilaku yang tidak diinginkan sebagai akibat dari gangguan kepribadian dan merupakan lawan dari perilaku prososial.
Untuk menghindari kesimpangsiuran batasan dan makna istilah ini, sebuah undang-undang di Inggris memasukkan perilaku - perilaku berikut sebagai perilaku anti sosial, yakni membuang sampah secara sembarangan, vandalisme, gangguan yang terkait dengan kendaraan, tingkah laku yang mengganggu, suara-suara ribut atau berisik, tingkah laku kasar dan suka gaduh, meninggal kan kendaraan secara sembarangan dan lain lain.
Menilik undang - undang di Inggris tersebut, ada banyak perilaku di Indonesia yang bisa dianggap dalam kategori perilaku anti sosial, seperti penggunaan knalpot racing (balapan) di jalan umum yang menimbulkan suara bising sehingga mengganggu banyak orang, membuang sampah secara sembarangan yang potensial menimbulkan penyakit dan banjir di musim hujan, meminta - minta di jalan (termasuk sumbangan dan kotak amal) yang menimbulkan kemacetan, dan lain lainnya. Perilaku anti sosial bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa ada batasan usia, namun karena ‘penyimpangan’ ini dikategorikan sebagai ’penyimpangan’ ringan dari tatanan sosial yang umum diterima bersama, secara umum perilaku anti sosial identik dengan anak-anak muda usia sekolah.
Ciri - ciri sikap anti sosial:
• Adanya ketidaksesuaian antara sikap seseorang dengan norma dalam masyarakat.
• Adanya seseorang atau sekelompok orang yang berusaha untuk melakukan perlawanan terhadap norma yang berlaku dalam masyarakat.
• Kondisi psikologis seseorang yang bertentangan dengan apa yang seharusnya.
• Ketidakmampuan seseorang untuk menjalankan norma yang ada dalam masyarakat.
Sebab - sebab terjadinya sikap anti sosial:
• Adanya norma atau nilai sosial yang tidak sesuai atau sejalan dengan keinginan masyarakat, sehingga terjadi kesenjangan budaya termasuk pola pikir masyarakat.
• Kurang siapnya pola pemikiran masyarakat untuk menerima perubahan dalam tatanan masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya perubahan sosial yang menuntut semua komponen untuk berubah mengikuti tatanan yang baru. Dalam perubahan ada komponen yang siap, namun sebaliknya komponen yang tidak siap ini justru akan bersikap anti sosial, karena tidak sepakat dengan perubahan yang terjadi. Misalnya perusakan terhadap telepon umum.
• Ketidakmampuan seseorang untuk memahami atau menerima bentuk perbedaan sosial dalam masyarakat, sehingga akan mengakibatkan kecemburuan sosial. Perbedaan -perbedaan dimaknai sebagai suatu permasalahan yang dapat mengancam stabilitas masyarakat yang sudah tertata.
• Adanya ideologi yang dipaksakan untuk masuk ke dalam lingkungan masyarakat. Hal ini akan menimbulkan keguncangan budaya bagi masyarakat yang belum siap untuk menerima ideologi baru tersebut.
• Pemimpin yang kurang sigap dan tanggap atas fenomena sosial dalam masyarakat, serta tidak mampu menerjemahkan keinginan masyarakat secara keseluruhan
Anti-sosial adalah sikap yang sama sekali tidak fleksibel, dan setiap sikap anti sosial menunjukkan ketidakmampuan untuk beradaptasi. Banyak contoh sikap yang mirip anti sosial berkembang dengan maraknya. Di jalan raya, kemacetan terjadi di mana - mana. Penyebabnya tidak secara keseluruhan diakibatkan oleh jumlah kendaraan yang tak seimbang dengan panjang jalan, namun kemacetan yang terjadi lebih dikarenakan motivasi agresi manusianya yang tidak dapat dikendalikan.
Pada awalnya para ahli tidak menggolongkan perilaku anti sosial sebagai bentuk dari gangguan mental, hal ini karena mereka tidak melihat adanya simptom - simptom yang mengarah ke hal tersebut. Satu hal yang bersifat paradoksal dalam psikopatologi adalah bahwa beberapa orang yang mengalami ini secara intelektual adalah normal namun disegi lain memiliki kepribadian yang abnormal. Lama, kondisi paradoks ini sulit dijelaskan. Hal tersebut diterima tanpa adanya pertanyaan selain cukup dipahami bahwa adanya disintegrasi dari penyebab dan intelektual yang menghasilkan gangguan mental.
Kunci dari diagnosa anti sosial bukan diarahkan pada kondisi perilaku tetapi lebih kearah karakteristik seseorang. Kesulitan dalam membedakan orang yang anti sosial adalah saat fakta -fakta menunjukan bahwa orang-orang dengan ciri - ciri bermasalah adalah mereka yang terlibat dengan kegiatan anti sosial. kepribadian anti sosial setidaknya menunjukan 5 ciri kepribadian, yaitu :
• Ketidakmampuan belajar atau mengambil manfaat dari pengalaman.
• Emosi bersifat superficial, tidak alami.
• Irresponsibility/tidak bertanggungjawab.
• Tidak memiliki hati nurani, tegaan.
• Impulsiveness.
Pada dasarnya seorang yang memiliki kepribadian anti sosial tidak mampu untuk bersikap hangat dan membina relasi interpersonal yang baik. Mereka tidak mampu membina persahabatan atas dasar rasa percaya dan afeksi. Pada saat pendapat atau sikap orang yang anti sosial tidak diterima mereka dapat menjadi berbahaya dan mungkin akan melakukan kekerasan. Karena mereka tidak memiliki nurani, mereka mampu berperilaku ekstrim seperti agresif, brutal, atau tingkah laku lain yang menyakiti.
Sikap Anti Sosial adalah sikap - sikap yang tidak setuju atau menentang.bahkan memusuhi kehidupan bermasyarakat atau bernegara yang sudah tertib dan teratur. Adapun yang tidak disetujui oleh pelaku adalah aturan-aturan yang dianggap menghambat atau menghalangi keinginan dan kepentingan dirinya atau kelompoknya. Sikap anti sosial bisa disebut juga anti kemapanan. Hal ini bisa dilakukan oleh perorangan maupun kelompok. Apabila terjadi sikap dan tindakan anti sosial ditengah - tengah masyarakat, maka akan menimbulkan berbagai dampak negatif, misalnya keresahan sosial, aksi - aksi perusakan, kerusuhan sosial, bahkan bisa meningkat menjadi tawuran massal atau pertikaian antar kelompok yang berkepanjangan dan menelan banyak korban jiwa.
Menurut Kathleen Stassen Berger, sikap anti sosial sering dipandang sebagai sikap dan perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain ataupun masyarakat secara umum di sekitarnya. Suatu tindakan anti sosial termasuk tindakan anti sosial yang beorientasi pada keberadaan orang lain atau ditujukan kepada orang lain, meskipun tindakan-tindakan trsebut memiliki makna subjektif bagi orang-orang yang melakukannya. Tindakan-tindakan anti sosial ini sering kali mendatangkan kerugian bagi masyarakat luas sebab pada dasarnya si pelaku tidak menyukai keteraturan sosial ( social order ) yang diinginkan oleh sebagian besar anggota masyarakat lainnya.
Sikap antisosial itu muncul karena dipicu oleh faktor-faktor tertentu,antara lain sebagai berikut :
• Fanatisme yang berlebihan dari kelompok tertentu.
Misalnya penganut sekte keagamaan atau kepercayaan tertentu, suporter kesebelasan sepak bola didaerah tertentu. Apabila terjadi kondisi yang membuat kelompok ini kecewa berat, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan antisosial yang deskrutif. Misalnya merusak dan membakar tempat-tempat hiburan malam yang dianggap meresahkan masyarakat, merusak kantor penerbitan majalah tertentu yang diangggap merusak moral bangsa dan sebagainya.
• Sikap eksterm dari golongan - golongan tertentu.
Pada masa Orde Baru sering disebut eksterm kiri (yang berorientasi kepada komunisme atau negara komunis) dan ekstrem kanan (golongan Islam Radikal). Kedua golongan ini dulu sering dituduh melakukan aksi - aksi anti sosial. Misalnya, menentang kebijakan pemerintah, memprovokasi masyarakat tertentu, melancarkan gerakan jihad kedaerah-daerah yang dilanda konflik, melakukan razia sepihak ditempat-tempat maksiat atau kepada pedagang-pedagang yang dicurigai menjual barang-barang terlarang.
• Aksi-aksi sepihak dan kekecewaaan massal.
Misalnya PHK sepihak oleh perusahaan kepada sejumlah karyawannya dengan pesangon yang relatif kecil bisa memicu amarah para karyawan. Mereka lalu mengamuk dan merusak fasilitas perusahaan. Pembuangan limbah atau sampah yang mencemari lingkungan dekat permukiman warga, juga bisa memicu kemarahan warga untuk melakukan aksi-aksi antisosial (mengamuk dan merusak).
• Sikap permusuhan sepihak dari sekelompok ekstrem terhadap bangsa-bangsa tertentu yang dianggap sering melecehkan keyakinan agamanya.
Sikap permusuhan ini bisa menjelma menjadi gerakan atau aksi - aksi terorisme (anti sosial) dengan meledakkan bom diberbagai tempat (Bom Bali I, Bom Bali II, Bom Kuningan, Poso, Ambon dan sebagainya.
• Konflik yang berbau SARA.
Apabila konflik SARA meledak, maka akan terjadi aksi-aksi anti sosial yang mencekam. Mereka saling menyerang, merusak bahkan saling membunuh. Kerusuhan berbau SARA biasanya berlangsung cukup lama, menelan banyak korban jiwa dan harta benda, serta cukup sulit untuk dilerai.
• Kemelut atau konflik politik yang dasyat. Misalnya masa transisi pergantian pimpinan nasional (Presiden), kudeta kekuasaan, pecahnya revolusi atau gerakan seperatis disuatu daerah.
Contoh kemelut politik pada saat jatuhnya pemerintahan Soekarno (1965 - 1966), Soeharto (1998 - 1999), pemberontakan G-30-S/PKI, gerakan separatis, kerusuhan pasca jajak pendapat di Timor Timur dan sebagainya. Pada momentum - momentum tersebut telah terjadi tindakan -tindakan anti sosial yang mencekam dan memilukan misalnya pembakaran dan pengrusakan fasilitas umum, gedung pemerintah, penjarahan toko-toko, pemerkosaan dan sebagainya.
Terima kasih sudah membaca dan semoga bermanfaat.
0 komentar:
Post a Comment